IT and Management

We provide end to end solutions including ERP Application Softwares (SAP, Oracle, Microsoft Dynamics, JDEdwards, Peoplesoft and Hyperion), Hardware System Infrastructure, networking infrastructure, Security solutions, Storage Management and Disaster Recovery, Access Infrastructure (Citrix Solution Advisor – Gold Partner), Printing Solutions, Enterprise Reporting, Acrobat Family and Print/Web publishing, Authoring and design, CAD Productivity.

Industry

Industry is the production of an economic good or service within an economy. Manufacturing industry became a key sector of production and labour in European and North American countries during the Industrial Revolution, upsetting previous mercantile and feudal economies. This occurred through many successive rapid advances in technology, such as the production of steel and coal.

Government

A government is the body within an organization that has the authority to make and enforce rules, laws and regulations, control and direct the actions or behavior of the individuals within the organization and deal with everyday administrative issues.

Education

Education today involves many challenges, from preparing students to join the workforce to meeting stringent legislative requirements. Administrators, instructors, and researchers turn to SAP, Oracle, PeopleSoft or Microsoft Dynamics for the products and services they need to achieve success in these and many other areas.

Property

Property management is the operation, control, and oversight of real estate as used in its most broad terms. Management indicates a need to be cared for, monitored and accountability given for its useful life and condition. Property management involves the processes, systems and manpower required to manage the life cycle of all acquired property as defined above including acquisition, control, accountability, responsibility, maintenance, utilization and disposition.

Kholid Efendi.

More than 15 years of accumulated experience in the presales, implementation and management of Financials, Supply Chain, Manufacturing, Property Management, Enterprise Assets Management EDW/BI and Projects Management involving various ERP Software’s like SAP. Oracle, and Microsoft Dynamics. Expertise in marketing communication and digital marketing. We are competencies on IT and Management, Industry, Property, Government and Education. We also provide services including consultancy, training, implementation, customization and maintenance support.

We provide services including consultancy, training, implementation, customization and maintenance support.

Thursday, 13 February 2025

MENAHAN MARAH & MEMAAFKAN ORANG LAIN

Jangan Emosi! Ini 7 Keutamaan Menahan Marah Sesuai Hadits

Marah terjadi jika emosi yang dialami oleh setiap manusia meluap. Namun dalam Islam, menahan marah dianggap sebagai tindakan luhur yang membawa keberkahan dan pahala.

Seorang muslim juga akan mendapatkan keutamaan yang mulia jika ia mampu menahan marahnya. Lantas, bagaimana cara menahan marah? Dan apa saja keutamaan menahan marah?

Keutamaan Menahan Marah

Merujuk pada buku Ihya Ulumiddin: Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama oleh Imam Al-Ghazali, berikut beberapa keutamaan menahan marah sesuai dengan hadits:

1. Allah SWT akan Menahan Siksa-Nya

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang menahan kemarahannya, niscaya Allah menahan siksa-Nya daripadanya, dan siapa saja yang mengemukakan alasannya kepada Rabbnya, niscaya Allah menerima alasannya, dan siapa saja yang menyimpan lidahnya, niscaya Allah menutupi auratnya (segala sesuatu, yang dianggap malu). (HR Thabrani dan lainnya)

2. Termasuk Orang yang Kuat

Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang kuat di antara kalian adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya ketika marah, dan orang yang paling santun di antara engkau adalah orang yang memaafkan ketika mampu." (HR Ibnu ad-Dunya dan lainnya)

3. Mendapat Ridha dari Allah SWT pada Hari Kiamat

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang menahan marah di mana seandainya ia mau melaksanakannya, maka ia dapat melaksanakannya, niscaya Allah memenuhi kalbunya dengan keridhaan pada hari Kiamat."

Dalam riwayat lain dinyatakan, "Niscaya Allah memenuhi kalbunya dengan rasa aman, dan keimanan." (HR Ibnu ad-Dunya dan lainnya)

4. Mendapatkan Pahala yang Besar

Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang hamba meneguk tegukan yang lebih besar pahalanya daripada seteguk kemarahan yang ditahannya karena mengharapkan keridhaan Allah." (HR Ibnu Majah)

5. Terlindung dari Neraka Jahannam

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya neraka Jahannam mempunyai pintu yang tidak memasukinya kecuali orang yang sembuh kemarahannya dengan perbuatan maksiat kepada Allah Ta'ala."

6. Hatinya Dipenuhi dengan Keimanan

Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada tegukan yang lebih disukai oleh Allah SWT daripada tegukan kemarahan yang ditahan oleh seorang hamba. Dan tidaklah seorang hamba menahannya, kecuali Allah memenuhi kalbunya dengan keimanan." (HR Ibnu ad-Dunya)

7. Mendapatkan Bidadari

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja menahan kemarahan, sedang ia mampu melaksanakannya, maka Allah memanggilnya di hadapan makhluk-makhluk dan Dia menyuruhnya memilih mana bidadari yang dikehendaki."

Cara Menahan Marah

Agar mendapatkan keutamaan dari menahan marah, maka setiap muslim harus mampu menahan perasaan marah dari dirinya. Merujuk pada Buku Ajar Akidah Akhlak oleh Syafiuddin dan Machnunah Ani Zulfah, berikut cara menahan marah:

1. Menahan marah dengan beristighfar

Jika seseorang sedang marah dalam keadaan berdiri, maka cara meredamnya dengan duduk. Namun jika marah dalam keadaan duduk, maka berusaha untuk tiduran atau berbaring sambil membaca istighfar.

2. Meredam marah dengan menahan diri

Pada suatu saat, datanglah seorang laki-laki yang meminta wasiat Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memberinya wasiat agar jangan marah.

3. Meredam marah dengan berwudhu

Wudhu menjadi salah satu cara untuk meredam rasa marah. Sebab, wudhu mampu mensucikan semua tindakan yang kurang suci, seperti rasa marah.

4. Meredam marah dengan berdiam diri

Obat yang sangat ampuh ketika marah muncul adalah diam. Sebab, jika sedang marah pasti kata-kata kasar akan keluar karena tidak bisa mengontrol. Maka dari itu, alangkah baiknya diam ketika sedang marah.

5. Meredam marah dengan membaca ta'awudz

Dengan membaca ta'awudz, maka seseorang memohon perlindungan Allah SWT dari godaan setan yang selalu membangkitkan rasa marah. Melalui syari'at Allah SWT yang agung, Allah SWT melindungi hamba-Nya dari segala kelicikan dan keburukan setan jika hamba-Nya membaca ta'awudz.

Dalil Tentang Saling Memaafkan Kesalahan Orang Lain

Memaafkan orang lain merupakan salah satu sifat muslim yang terpuji. Sebagai makhluk yang tidak sempurna, manusia kerap kali berbuat khilaf. Apabila seseorang yang khilaf memiliki kemauan untuk meminta maaf dan bertaubat, maka dianjurkan untuk memaafkan.
Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau adalah sosok yang lemah lembut, penyayang, lagi penyabar. Rasulullah SAW tidak pernah mengutamakan emosi sesaat dan tidak menuruti nafsu amarahnya.

Mengutip buku Mutiara Hadis Qudsi oleh Ahmad Abduh Iwadh, Aisyah RA pernah ditanya mengenai akhlak Rasulullah SAW, maka ia menjawab, "Beliau tidak pernah berbuat jahat, tidak berbuat keji, tidak meludah di tempat keramaian, dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan, melainkan beliau selalu memaafkan dan memaklumi kesalahan orang lain." (HR Ibnu Hibban).

Ayat Al-Qur'an Tentang Memaafkan Kesalahan Orang Lain
1. Surat Ali Imran ayat 134
Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 134 juga menyebut bahwa sikap memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Allah berfirman,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,"

2. Surat Al A'raf ayat 199
Selain itu, sikap pemaaf yang harus dimiliki umat muslim secara tegas dijelaskan dalam firmanNya surat Al A'raf ayat 199. Berikut bacaannya,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Artinya: "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."

3. Surat Al Hijr ayat 85
وَمَا خَلَقْنَا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَآ اِلَّا بِالْحَقِّۗ وَاِنَّ السَّاعَةَ لَاٰتِيَةٌ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيْلَ

Artinya: Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Sesungguhnya kiamat pasti akan datang. Maka, maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.

4. Surat As Syura ayat 40
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ

Artinya: Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim.

5. Surat As Syura ayat 43
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ࣖ

Artinya: Akan tetapi, sungguh siapa yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.

Hadits Tentang Memaafkan Kesalahan Orang Lain
1. HR Muslim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. رواه مسلم وغيره

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat)."

2. HR Al Anshari
"Orang yang paling penyantun di antara kalian adalah orang yang bersedia memberi maaf walaupun ia sanggup untuk membalasnya." (HR Al Anshari)

Istilah memaafkan dalam bahasa Arab sendiri adalah Al 'Afwu. Artinya secara bahasa adalah melewatkan, membebaskan, meninggalkan pemberian hukuman, menghapus, dan meninggalkan kekasaran perilaku.

Sementara itu, secara istilah Al 'Afwu juga dapat bermakna menggugurkan (tidak mengambil) hak yang ada pada orang lain. Hal ini menjadi bukti mulianya sikap pemaaf, sebagaimana dilansir dari buku Berdakwah dengan Hati yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim bin Shalih bin Shabir Al-Maghdzawi

3. HR Bukhari dan Ad Dailami
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( أفضل الإيمان الصبر و السماحة )) (صحيح) (فر،تخ،حم)

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada."

4. HR At Thabrani
اسمحوا يسمح لكم

Artinya: "Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah)."

Demikian dalil-dalil yang menjelaskan dan juga menganjurkan seorang muslim untuk menjadi sosok yang bersabar dan mau memaafkan kesalahan orang lain. Rasulullah SAW sebagai suri tauladan telah mencontohkan akhlak baik tersebut untuk diikuti oleh para umatnya.

Mumpung masih dalam suasana Idul Fitri, manfaatkan momen ini sebagai ajang meminta maaf dan juga memaafkan.

Baca artikel detikhikmah, "Dalil Tentang Saling Memaafkan Kesalahan Orang Lain" selengkapnya https://www.detik.com/hikmah/doa-dan-hadits/d-6685366/dalil-tentang-saling-memaafkan-kesalahan-orang-lain.


RIDHA

Ridho Adalah Kerelaan, Ketahui Keutamaan dan Sifat untuk Mendapatkannya

Ridho adalah kata dalam bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Arab, yaitu "رضا" (riza) atau "رضاء" (ridha). Secara umum, pengertian ridho adalah persetujuan, kerelaan, atau kepuasan hati terhadap suatu hal atau keadaan. Ini mencakup bahwa seseorang merasa puas, senang, atau menerima dengan ikhlas terhadap apa yang terjadi atau apa yang telah mereka alami. 

Dalam konteks agama khususnya dalam Islam, "ridho Allah" adalah tujuan utama setiap muslim. Ini berarti bahwa seseorang berusaha untuk hidup, sesuai dengan ajaran agamanya, menjalankan perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh keikhlasan. 

Ridho adalah konsep  penting, yang dapat diterapkan dalam konteks hubungan interpersonal dan kehidupan sehari-hari, di mana seseorang mencari persetujuan, kepuasan, atau kerelaan orang lain terhadap tindakan atau keputusan mereka. 

Mencari ridho bukan hanya tentang memenuhi harapan orang lain, tetapi juga tentang mencari ketenangan batin dan kebahagiaan pribadi. Ridho adalah ungkapan yang terkait erat dengan penerimaan diri. Ketika seseorang menerima diri mereka sendiri, maka dapat mencapai ridho dalam hidup.

Berikut ini keutamaan ridho yang dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (26/9/2023).

Berdasarkan Kamus al-Munawwir, kata ridha ( رِضَا) berasal dari kata radhiya-yardha-ridwanan (رَضِيَ-يَرْضَي-رِضْوانًا) yang berarti senang, suka, rela, menyetujui, puas. Kata tersebut juga telah diadopsi ke dalam bahasa Indonesia, sehingga terdapat beberapa kata ridha (رضا) dalam al-Qur’an yang tetap diartikan sebagai ridha. 

Dari ‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

((ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً)

“Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah  sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya”. Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan ridha kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya dan agama Islam, bahkan sifat ini merupakan pertanda benar dan sempurnanya keimanan seseorang.

Imam an-Nawawi – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – ketika menjelaskan makna hadits ini, beliau berkata: “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah Ta’ala, dan tidak menempuh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diragukan lagi bahwa siapa saja yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut (secara nyata)”.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang memiliki sifat riḍho Allah adalah orang yang paling merasakan kebahagiaan dan ketenteraman, serta paling jauh dari kesedihan, kemarahan dan kegelisahan. Riḍho adalah salah satu penyebab utama, bagi kebahagiaan seorang mukmin di dunia dan akhirat, dan sebaliknya kemarahan adalah penyebab kesengsaaan di dunia dan akhirat.

 Kata Ridho dalam Al-Qur’an

Di dalam al-Qur’an, kata Ridho atau Ridha (رضا) cukup banyak digunakan dengan berbagai bentuk derivasinya, yakni kurang lebih 73 kata. Adapun derivasi kata Ridho (رضا) yang banyak digunakan adalah kata radhuu (رَضُوْا) yang terdapat pada Q.S al-Maidah ayat 119, Q.S at-Taubah ayat 58, 59, 87, 93 dan 100, Q.S Yunus ayat 7, Q.S al-Mujadalah ayat 22, Q.S al-Bayyinah ayat 8.

اِنَّ الَّذِيْنَ لَا يَرْجُوْنَ لِقَاۤءَنَا وَرَضُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَاطْمَـَٔنُّوْا بِهَا وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنْ اٰيٰتِنَا غٰفِلُوْنَۙ – ٧

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan (kehidupan) itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,” (Q.S Yunus: 7)

Kalimat radhuu bi al-hayah al-dunya  (رَضُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَا) pada ayat di atas sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir al-Mishbah yakni berupa sifat seseorang yang puas terhadap kehidupan duniawi, sehingga seluruh waktunya dihabiskan untuk memperolehnya. Dengan kepuasan tersebut, seseorang tidak lagi memikirkan kehidupan akhirat. Berbeda halnya dengan kaum mukmin yang menilai bahwa kehidupan duniawi bukanlah kehidupan yang sempurna.

Pada Tafsir al-Azhar, dijelaskan lebih detail lagi, bahwa seseorang yang puas terhadap kehidupan duniawi, berarti ia tidak percaya dengan adanya surga dan neraka. Ia hanya melihat sesuatu secara fisik saja bukan secara metafisik. Sehingga ia tidak merasa diawasi atau dikontrol dan bebas untuk melakukan apapun yang disenanginya juga menguntungkannya dan dapat juga melakukan hal yang merugikan orang lain.

جَزَاۤؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗرَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ ۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهٗ ࣖ ٨

Artinya: “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (Q.S al-Bayyinah: 8)

Sifat untuk Mendapatkan Ridho

1. Takwa adalah sifat dasar yang paling penting dalam mencari ridho Allah. Ini mencakup rasa takut kepada Allah, mencintai-Nya, dan menjauhi segala yang dapat mendatangkan kemurkaan-Nya. Seseorang yang memiliki takwa selalu berusaha untuk memenuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

2. Menjalankan ibadah rutin seperti shalat, puasa, dan membaca Al-Quran dengan konsisten adalah langkah penting menuju ridho Allah. Kepatuhan kepada perintah Allah merupakan bentuk kesetiaan kepada-Nya.

3. Ikhlas berarti melakukan segala tindakan hanya untuk mencari keridhaan Allah, bukan untuk pujian atau keuntungan pribadi. Ketika seseorang berbuat baik dengan niat yang tulus, Allah cenderung memberikan ridho-Nya.

4. Tawakal adalah keyakinan penuh kepada Allah setelah berusaha. Seseorang yang tawakal melepaskan diri dari perasaan cemas, dan bergantung sepenuhnya kepada Allah dalam segala aspek kehidupannya.

5. Berdoa dan berdzikir adalah cara untuk berkomunikasi langsung dengan Allah. Dalam doa, seseorang dapat meminta petunjuk, ampunan, dan keridhaan Allah. Berdzikir mengingat Allah dan memuliakan-Nya dalam setiap kesempatan.

6. Membantu sesama manusia, berbagi, dan berbuat baik kepada orang lain adalah tindakan yang dihargai oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah akan membantu orang yang membantu saudaranya.

7. Sabar adalah sifat yang dihargai dalam Islam. Menanggung cobaan dan kesulitan dengan kesabaran adalah bentuk ujian iman, dan Allah berjanji akan memberikan ganjaran bagi orang-orang yang bersabar.

8. Jika seseorang melakukan dosa atau kesalahan, bertaubat dengan sungguh-sungguh dan meminta ampunan Allah adalah langkah untuk mendapatkan keridhaan-Nya. 

TAUBAT

TAUBAT : PENGERTIAN, HAKIKAT, SYARAT DAN KEUTAMAAN

DEFINISI TAUBAT[1]

Secara Bahasa, at-Taubah berasal dari kata تَوَبَ yang bermakna kembali. Dia bertaubat,  artinya ia kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa)[2]. Taubat adalah kembali kepada Allâh dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa lalu melaksanakan semua hak Allâh Azza wa Jalla .


Secara Syar’i, taubat adalah meninggalkan dosa karena takut pada Allâh, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari amalnya.


HAKIKAT TAUBAT

Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi, lalu mengarahkan hati kepada Allâh Azza wa Jalla pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa. Melakukan amal shaleh dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat.


Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabbnya, inabah (kembali) kepada Allâh Azza wa Jalla dan konsisten menjalankan ketaatan kepada Allâh. Jadi, sekedar meninggalkan perbuatan dosa, namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai Allâh Azza wa Jalla , maka itu belum dianggap bertaubat.


Seseorang dianggap bertaubat jika ia kembali kepada Allâh Azza wa Jalla dan melepaskan diri dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa. Ia tanamkan makna taubat dalam hatinya sebelum diucapkan lisannya, senantiasa mengingat apa yang disebutkan Allâh Azza wa Jalla berupa keterangan terperinci tentang surga yang dijanjikan bagi orang-orang yang taat, dan mengingat siksa neraka yang ancamkan bagi pendosa. Dia berusaha terus melakukan itu agar rasa takut dan optimismenya kepada Allâh semakin menguat dalam hatinya. Dengan demikian, ia berdoa senantiasa kepada Allâh Azza wa Jalla dengan penuh harap dan cemas agar Allâh Azza wa Jalla berkenan menerima taubatnya, menghapuskan dosa dan kesalahannya.


SYARAT-SYARAT TAUBAT

Dalam kitab Majâlis Syahri Ramadhân[3], setelah membawakan banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mendorong kaum Muslimin untuk senantiasa bertaubat dan beberapa hal lain tentang taubat, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin t mengatakan, “Taubat yang diperintahkan Allâh Azza wa Jalla adalah taubat nasuha (yang tulus) yang mencakup lima syarat:


Pertama : Hendaknya taubat itu dilakukan dengan ikhlas. Artinya, yang mendorong dia untuk bertaubat adalah kecintaannya kepada Allâh Azza wa Jalla , pengagungannya terhadap Allâh, harapannya untuk pahala disertai rasa takut akan tertimpa adzab-Nya. Ia tidak menghendaki dunia sedikitpun dan juga bukan karena ingin dekat dengan orang-orang tertentu. Jika ini yang dia inginkan maka taubatnya tidak akan diterima. Karena ia belum bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla namun ia bertaubat demi mencapai tujuan-tujuan dunia yang dia inginkan.


Kedua : Menyesali serta merasa sedih atas dosa yang pernah dilakukan, sebagai bukti penyesalan yang sesungguhnya kepada Allâh dan luluh dihadapan-Nya serta murka pada hawa nafsunya sendiri yang terus membujuknya untuk melakukan keburukan. Taubat seperti ini adalah taubat yang benar-benar dilandasi akidah, keyakinan dan ilmu.


Ketiga : Segera berhenti dari perbuatan maksiat yang dia lakukan. Jika maksiat atau dosa itu disebabkan karena ia melakukan sesuatu yang diharamkan, maka dia langsung meninggalkan perbuatan haram tersebut seketika itu juga. Jika dosa atau maksiat akibat meninggalkan sesuatu yang diwajibkan, maka dia bergegas untuk melakukan yang diwajibkan itu seketika itu juga. Ini apabila hal-hal wajib yang ditinggalkan itu bisa diqadha’, misalnya zakat atau haji.


Taubat orang yang terus-menerus melakukan perbuatan maksiat itu tidak sah. Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa dia bertaubat dari perbuatan riba, namun dia tidak meninggal perbuatan ribawi itu, maka taubat orang ini tidak sah. Bahkanini termasuk mempermainkan Allâh Azza wa Jalla . Orang seperti ini, bukan semakin dekat kepada Allâh namun sebaliknya dia semakin jauh.  Begitu juga, misalnya ada orang yang menyatakan dirinya bertaubat dari meninggalkan shalat fardhu secara berjama’ah, namun dia tetap saja meninggalkan shalat ini, dia tetap tidak berjama’ah. Taubat orang ini juga tidak diterima.


Jika maksiat itu berkaitan dengan hak-hak manusia, maka taubatnya tidak sah  kecuali setelah ia membebaskan diri dari hak-hak tersebut. Misalnya, apabila maksiat itu dengan cara mengambil harta orang lain atau menentang hak harta tersebut, maka taubatnya tidak sah  sampai ia mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya apabila ia masih hidup, atau dikembalikan kepada ahli warisnya, jika telah meninggal. Apabila diketahui ia tidak memiliki ahli waris, maka harta itu diserahkan ke baitul mâl.


Dan apabila tidak diketahui pemilik harta yang diambilnya tersebut, maka ia sedekahkan harta tersebut atas nama pemiliknya.


Apabila dosa atau maksiat itu dengan sebab ghîbah (menggunjing) seorang Muslim, maka ia wajib meminta maaf kepada orang yang digunjingnya itu, bila yang dighibah tahu, atau ia khawatir orang yang digunjing akan tahu. Jika tidak, maka cukup baginya dengan memohonkan ampunan untuk orang yang digunjing dan memujinya di tempat ia menggunjingnya dahulu. Karena sesungguhnya perbuatan baik akan menghilangkan keburukan.


Dan taubah seseorang dari dosa tertentu tetap sah, sekalipun ia masih terus-menerus melakukan dosa yang lain. Karena perbuatan manusia itu banyak macamnya, dan imannya pun bertingkat-tingkat. Namun orang yang bertaubat dari dosa tertentu itu tidak bisa dikatakan dia telah bertaubat secara mutlak. Dan semua sifat-sifat terpuji dan kedudukan yang tinggi bagi orang yang bertaubat, hanya bisa diraih dengan bertaubat dari seluruh dosa-dosa.


Keempat : Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa yang akan datang. Karena ini merupakan buah dari taubatnya dan sebagai bukti kejujuran pelakunya.

Jika ia mengatakan telah bertaubat, namun ia masih bertekad untuk melakukan maksiat itu lagi di suatu hari nanti, maka taubatnya saat itu belum benar. Karena taubatnya hanya sementara, si pelaku maksiat ini hanya sedang mencari momen yang tepat saja. Taubatnya ini tidak menunjukkan bahwa dia membenci perbuatan maksiat itu lalu menjauh darinya dan selanjutnya melaksanakan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .

Kelima : Taubat itu dilakukan bukan pada saat masa penerimaan taubat telah habis.

Jika taubat itu dilakukan setelah habis waktu diterimanya taubat, maka taubatnya tidak akan diterima. Berakhirnya waktu penerimaan taubat itu ada dua macam: (Pertama,) bersifat umum berlaku untuk semua orang dan (kedua) bersifat khusus untuk setiap pribadi.


Yang bersifat umum adalah terbitnya matahari dari arah barat. Jika matahari telah terbit dari arah barat, maka saat itu taubat sudah tidak bermanfaat lagi.


يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا ۗ قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ


Pada hari datangnya sebagian ayat-ayat Rabbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah, “Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula).” [An-an’âm/6:158]


Maksud dari “sebagian ayat-ayat Rabbmu” dalam firman Allâh di atas adalah terbitnya matahari dari arah barat sebagaimana yang ditafsirkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


لاَ تَزَالُ التَّوْبَةُ تُقْبَلُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا, فَإِذَا طَلَعَتْ طُبِعَ عَلَى كُلِّ قَلْبٍ بِمَا فِيْهِ وَكَفَى النَّاسَ الْعَمَلُ


Senantiasa taubat diterima sampai matahari terbit dari tempat terbenamnya (dari arah  barat), maka jika dia terbit akan ditutup setiap hati (dari hidayah sehingga yang ada hanya) apa yang ada didalam hatinya (saja) dan cukuplah bagi manusia amalannya (sehingga dia tidak bisa beramal kebaikan lagi).


Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan sanadnya hasan.


Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ


Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari tempat terbenamnya maka Allâh akan menerima taubatnya.[HR. Muslim]


Adapun yang bersifat khusus adalah saat kematian mendatangi seseorang. Ketika kematian mendatangi seseorang, maka taubat sudah tidak berguna lagi baginya dan tidak akan diterima. Allâh Azza wa Jalla berfirman :


وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا


Dan tidaklah taubat itu diterima Allâh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. [An-Nisa/4:18]


Dalam hadits dari Abdullah bin Umar bin Khattab Radhiyallahu anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَالَمْ يُغَرْغِرْ


Sesungguhnya Allâh menerima taubat seorang hamba selama nyawanya (ruhnya) belum sampai tenggorokan. [HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan Beliau berkata hadits hasan)


Apabila taubat itu telah terpenuhi seluruh syaratnya dan diterima, maka Allâh akan menghapus dosa-dosa yang ia telah bertaubat darinya, sekalipun jumlahnya sangat banyak. Allâh Azza wa Jalla berfirman :


قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ


Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allâh. Sesungguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Az-zumar/39:53]


Ayat ini berbicara tentang orang-orang yang bertaubat; yang kembali dan berserah diri kepada Rabbnya.


Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:


وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا


Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allâh, niscaya ia mendapati Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[An-Nisa/4:110]


Oleh karena itu, semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa merahmati kita– hendaklah kita bersegera mengisi (sisa) umur kita dengan taubat nasuha kepada Rabb sebelum kematian menghampiri. Jika kematian  sudah menghampiri, kita tidak akan bisa menghindarinya.-Selesai perkataan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah .


KEUTAMAAN TAUBAT[4]

Allâh Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat dan berjanji akan menerima taubat mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman:


وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ


Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya.. [Asy-Syura / 42: 25]


Dia membuka pintu harapan bagi hamba-Nya untuk meraih maaf dan ampunan-Nya. Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan agar mereka bersandar pada kemurahan dan kedermawanan-Nya, memohon agar kesalahan-kesalahan digugurkan, aibnya ditutupi dan agar taubat mereka diterima. Tidak ada yang bisa menolak mereka dari rahmat Allâh Azza wa Jalla dan pintu antara mereka dan Allâh pun tidaklah dikunci.


Allâh Azza wa Jalla berfirman:


قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ


Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allâh. Sesungguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Az-Zumar/39:53]


Barangsiapa bertaubat dan meminta ampun, Allâh Azza wa Jalla akan menerima taubatnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:


وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allâh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allâh? [Ali Imran / 3: 135]


Allâh Azza wa Jalla menyanjung para hamba-Nya yang bertakwa yang senantiasa beristighfar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:


الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٦﴾ الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ


(Yaitu) orang-orang yang berdoa: Wahai Rabb kami! Sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,” (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allâh), dan yang memohon ampun di waktu sahur. [Ali Imrân/3:16-17]


Orang yang bertaubat dari dosa, adalah orang yang mendapatkan pemeliharaan dan penjagaan dari Allâh Azza wa Jalla serta rahmat-Nya. Allâh Azza wa Jalla melimpahkan barakah-Nya kepada mereka. Allâh Azza wa Jalla berikan kepadanya nikmat rezeki dan kemakmuran hidup di dunia. Serta Allâh Azza wa Jalla melimpahkan kepadanya pahala agung dan nikmat abadi di akhirat kelak. Allâh Azza wa Jalla berfirman mengenai pahala orang-orang yang bertaubat kepada-Nya:


أُولَٰئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ


Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. [Ali Imran /3: 136]


Sesungguhnya istighfar yang diiringi dengan menanggalkan dosa, menjadi sebab suburnya negeri dan keberkahan, keturunan yang banyak serta kemuliaan dan kekokohan menjadi semakin kokoh. Allâh Azza wa Jalla berfirman:


فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا


maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. [Nuh/71: 10-12]


Dalam iman terdapat rahmat bagi para hamba dan dalam istighfar terdapat keberkahan dalam agama dan  dunia. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَزِمَ الاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجاً ، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجاً ، وَرَزَقهُ مِنْ حَيثُ لاَ يَحْتَسِبُ

Barangsiapa yang senatiasa beristighfar, Allâh jadikan untuknya kelonggaran dari segala keresahan; jalan keluar dari segala kesempitan, dan Allâh beri dia rezeki dari arah yang tidak ia sangka-sangka.”[5]

Pintu taubat selalu terbuka lebar-lebar. Dari  pintu hembusan-hembusan rahmat, kelembutan dan kenikmatan keluar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا ﴿٦٠﴾ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدَ الرَّحْمَٰنُ عِبَادَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا

kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun, yaitu syurga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (syurga itu) tidak nampak. Sesungguhnya janji Allâh itu pasti akan ditepati. [Maryam / 19: 60-61]

Jadi, taubat itu  menumbuhkan iman dan amal shalih. Dengan demikian, taubat berarti telah merealisasikan makna taubat yang positif . Itu akan menyelamatkan mereka dari kerugian dan penyesalan besar, sehingga mereka tidak mendapati siksa di lembah jahannam (al-ghayy), seperti firman Allâh:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui siksa dan kerugian (atau lembah di jahannam), [Maryam / 19: 59]

Mereka akan masuk surga dan tidak akan pernah terzalimi sedikitpun juga.

Sungguh, alangkah agung berkah dari istighfar dan taubat kepada Allâh Azza wa Jalla . Dengan istighfar dan taubat, rahmatditurunkan, berkah pada rezeki dilimpahkan dan kebaikan pun melimpah ruah. Dengan sebab keduanya, Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan harta dan anak keturunan, mengampuni dosa, memberikan kekuatan dan kelurusan serta petunjuk.

Ya Allâh, Wahai Dzat Yang memiliki segala kebutuhan orang-orang yang memohon, dan Yang mengetahui isi hati orang-orang yang diam tak mengutarakan permohonannya; berilah kepada kami taubat yang benar dari sisi-Mu! Berilah kepada kami inâbah yang sempurna, yang tidak terkontaminasi dengan keraguan, tidak pula ditimpa kekurangan ataupun penundaan!

TAWAKAL

 PINTU AL AYMAN (KANAN) TAWAKAL

Sedangkan pintu kelima adalah PINTU AL AYMAN. Dari Abu Hurairah, dalam hadits tentang syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,

يَا مُحَمَّدُ أَدْخِلِ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لاَ حِسَابَ عَلَيْهِ مِنَ الْبَابِ الأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ وَهُمْ شُرَكَاءُ النَّاسِ فِيمَا سِوَى ذَلِكَ مِنَ الأَبْوَابِ

Wahai Muhammad, suruhlah umatmu (yaitu) orang-orang yang tidak dihisab untuk masuk ke dalam surga melalui PINTU AL-AYMAN yang merupakan di antara pintu-pintu surga. Sedangkan pintu-pintu yang lain adalah pintu surga bagi semua orang.” (HR. Bukhari no. 3340, 3361, 4712 dan Muslim no. 194)

Perilaku Tawakal: Pengertian, Manfaat, dan Contoh Penerapannya dalam Islam!

Perilaku tawakal sering kali menjadi topik yang dibahas dalam konteks keagamaan, khususnya dalam Islam. Namun, banyak dari kita mungkin masih belum sepenuhnya memahami apa sebenarnya tawakal itu dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap tentang tawakal—mulai dari pengertian dasar, manfaatnya bagi kehidupan, hingga contoh penerapannya dalam praktik sehari-hari. Dengan memahami konsep ini lebih dalam, kamu akan dapat menerapkan tawakal dengan lebih efektif dalam hidupmu dan merasakan manfaatnya secara langsung. Yuk, simak penjelasan selengkapnya!

Arti Tawakal dalam Islam

Tawakal merupakan konsep penting dalam ajaran Islam yang sering kali disebut-sebut dalam berbagai konteks spiritual dan praktis. Secara sederhana, tawakal berarti menyerahkan segala urusan dan hasil akhirnya kepada Allah setelah melakukan usaha yang maksimal. Ini adalah bentuk keyakinan dan kepercayaan yang mendalam kepada kehendak dan kebijaksanaan Allah.

A. Definisi Tawakal

Tawakal berasal dari kata Arab yang berarti “penyerahan” atau “ketergantungan.” Dalam Islam, tawakal adalah sikap menyerahkan segala urusan dan keputusan akhir kepada Allah setelah melakukan usaha dan ikhtiar secara maksimal. Ini bukan berarti pasrah tanpa berusaha, melainkan menggabungkan usaha manusia dengan keyakinan penuh bahwa hasil akhirnya berada di tangan Allah.

Tawakal mengajarkan umat Islam untuk menjaga keseimbangan antara usaha manusia dan keyakinan pada takdir. Ini berarti kita diharapkan untuk bekerja keras, membuat perencanaan yang baik, dan berdoa, namun tetap menyadari bahwa hasil akhirnya adalah keputusan Allah.

B. Landasan Al-Quran dan Hadis

Tawakal memiliki dasar yang kuat dalam  Al-Quran. Salah satu ayat yang sering dikutip adalah dalam Surah At-Tawbah (9:51), “Katakanlah: ‘Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami; Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah lah orang-orang yang beriman harus bertawakal.’” Ayat ini menegaskan pentingnya tawakal sebagai bentuk keyakinan kepada Allah sebagai Pelindung dan Pengatur segala sesuatu.

Rasulullah Muhammad SAW juga memberikan contoh konkret tentang tawakal dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda, “Jika kamu benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi rezeki kepadamu seperti burung yang berangkat pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menggambarkan bahwa tawakal disertai dengan usaha yang tulus akan mendatangkan keberkahan dan rezeki.

C. Prinsip-prinsip Tawakal

Tawakal bukan berarti tidak berusaha. Justru, Islam mengajarkan agar kita melakukan segala usaha dan ikhtiar yang diperlukan dalam mencapai tujuan kita. Tawakal baru berlaku setelah kita melakukan usaha secara maksimal.

Tawakal juga berarti menerima hasil dari usaha kita dengan penuh keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah. Ini termasuk menerima hasil yang tidak sesuai dengan harapan dengan hati yang lapang.

Dengan tawakal, kita diajarkan untuk tetap tenang dan sabar menghadapi segala ujian dan kesulitan. Keyakinan bahwa Allah selalu mengatur segalanya dengan cara yang terbaik membantu kita untuk menghadapi tantangan hidup dengan penuh ketenangan dan kepasrahan.

D. Penerapan Tawakal dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, tawakal bisa diterapkan dalam berbagai aspek seperti pekerjaan, pendidikan, dan hubungan. Misalnya, setelah mempersiapkan ujian dengan baik, seorang pelajar bertawakal kepada Allah untuk hasil yang terbaik. Begitu juga dalam pekerjaan, setelah berusaha keras, seseorang harus menyerahkan hasilnya kepada Allah dengan penuh keyakinan.

Saat menghadapi keputusan penting, tawakal membantu kita untuk tidak merasa terbebani oleh kemungkinan hasil yang tidak pasti. Setelah berusaha melakukan yang terbaik dan berdoa, tawakal membantu kita untuk menerima keputusan dengan lapang dada.

Contoh Perilaku Tawakal dalam Kehidupan Sehari-hari

Perilaku tawakal bukan hanya konsep abstrak dalam Islam, tetapi juga sesuatu yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh konkret bagaimana perilaku tawakal dapat diterapkan dalam berbagai situasi sehari-hari:

1. Dalam Pendidikan

Berikut adalah contoh tawakal dalam pendidikan:

  • Persiapan Ujian

Seorang pelajar yang menerapkan tawakal akan berusaha sebaik mungkin dalam persiapan ujian dengan belajar secara tekun, mengikuti bimbingan, dan memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia. Setelah usaha tersebut, dia akan menyerahkan hasil ujian kepada Allah, percaya bahwa hasil yang diperoleh adalah yang terbaik untuknya. Sikap ini membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan fokus saat ujian.

  • Pemilihan Jurusan atau Karier

Ketika memilih jurusan kuliah atau jalur karier, seseorang yang bertawakal akan melakukan riset, berkonsultasi dengan orang-orang yang berpengalaman, dan membuat keputusan yang berdasarkan informasi yang tersedia. Setelah itu, dia akan menyerahkan hasil keputusan tersebut kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memandu ke arah yang terbaik sesuai dengan rencana-Nya.

2. Dalam Pekerjaan

Berikut adalah contoh tawakal dalam pekerjaan:

  • Proyek atau Tugas Kerja

Dalam pekerjaan, tawakal diterapkan dengan cara melakukan tugas dan proyek dengan sebaik mungkin. Setelah melakukan semua usaha yang diperlukan—seperti merencanakan, bekerja keras, dan berkolaborasi dengan tim—seseorang akan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Ini membantu mengurangi stres dan meningkatkan kepuasan kerja, karena hasil akhir sudah diserahkan kepada Allah.

  • Menghadapi Tantangan Karier

Ketika menghadapi tantangan dalam karier, seperti promosi atau perubahan posisi, seseorang yang bertawakal akan berusaha dengan keras dan memberikan yang terbaik. Namun, dia juga akan menerima hasil akhir dengan penuh kepercayaan bahwa Allah mengetahui apa yang terbaik untuknya. Sikap ini membantu menjaga motivasi dan semangat meskipun hasil yang diperoleh mungkin tidak sesuai dengan harapan.

3. Dalam Kesehatan

Berikut adalah contoh tawakal dalam kesehatan:

  • Menghadapi Penyakit atau Kondisi Kesehatan

Seseorang yang sedang menghadapi penyakit atau kondisi kesehatan akan berusaha mencari pengobatan terbaik, mengikuti saran dokter, dan menjaga kesehatan dengan baik. Setelah melakukan semua usaha tersebut, dia akan bertawakal kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memberikan kesembuhan atau kekuatan untuk menghadapi kondisi tersebut. Ini membantu mengurangi rasa cemas dan meningkatkan semangat untuk menjalani perawatan.

  • Pola Hidup Sehat

Ketika mencoba menjalani pola hidup sehat, seperti diet atau olahraga, tawakal diterapkan dengan cara berusaha konsisten dalam menjalani kebiasaan sehat. Namun, setelah melakukan usaha maksimal, seseorang akan menyerahkan hasil kesehatan kepada Allah. Sikap ini membantu menjaga motivasi dan menerima hasil dengan penuh rasa syukur, terlepas dari bagaimana hasil akhir dari upaya tersebut.

4. Dalam Hubungan Pribadi

Berikut adalah contoh tawakal dalam hubungan pribadi:

  • Menjalin Hubungan dan Persahabatan

Dalam menjalin hubungan atau persahabatan, seseorang yang bertawakal akan berusaha sebaik mungkin untuk membangun komunikasi yang baik, menunjukkan kepedulian, dan menyelesaikan konflik dengan bijaksana. Setelah berusaha, dia akan menyerahkan hasil hubungan tersebut kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memberikan hasil yang terbaik untuk keduanya.

  • Menghadapi Konflik atau Kesulitan dalam Keluarga

Ketika menghadapi konflik atau kesulitan dalam keluarga, tawakal diterapkan dengan cara berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Setelah melakukan segala usaha yang mungkin, seseorang akan menyerahkan hasil dan solusi kepada Allah, yakin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik.

5. Dalam Keuangan

Berikut adalah contoh tawakal dalam keuangan:

  • Mengelola Anggaran dan Investasi

Dalam hal keuangan, seseorang yang bertawakal akan merencanakan anggaran dengan cermat, berinvestasi dengan bijaksana, dan membuat keputusan keuangan berdasarkan informasi yang ada. Setelah melakukan usaha tersebut, dia akan menyerahkan hasil investasi atau pengelolaan keuangan kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memberikan rezeki yang terbaik.

  • Menghadapi Kesulitan Finansial

Ketika menghadapi kesulitan finansial, seperti kehilangan pekerjaan atau pengeluaran yang tak terduga, tawakal diterapkan dengan cara berusaha mencari solusi, seperti mencari pekerjaan baru atau mengurangi pengeluaran. Setelah berusaha, seseorang akan menyerahkan hasilnya kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memberikan rezeki dan jalan keluar yang sesuai.

6. Dalam Pengambilan Keputusan

Berikut adalah contoh tawakal dalam pengambikan keputusan:

  • Mengambil Keputusan Penting

Dalam membuat keputusan penting, seperti membeli rumah atau memutuskan untuk pindah ke kota baru, seseorang yang bertawakal akan mengumpulkan informasi, mempertimbangkan semua opsi, dan membuat keputusan berdasarkan pertimbangan tersebut. Setelah membuat keputusan, dia akan bertawakal kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memandu dan memberikan hasil yang terbaik.

  • Mencapai Tujuan Pribadi

Dalam mencapai tujuan pribadi, seperti memulai bisnis atau mencapai target tertentu, tawakal diterapkan dengan cara membuat rencana yang matang, berusaha keras untuk mencapainya, dan kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah. Sikap ini membantu menjaga semangat dan rasa percaya diri, karena hasil akhir sudah diserahkan kepada Allah.

Pengertian Perilaku Tawakal

Perilaku tawakal dalam Islam adalah sikap spiritual dan praktis yang mencerminkan keyakinan seseorang terhadap kekuasaan dan kebijaksanaan Allah. Secara umum, tawakal berarti menyerahkan hasil akhir dari segala usaha dan ikhtiar kita kepada Allah setelah kita berusaha sebaik mungkin. Perilaku ini menggambarkan integrasi antara usaha manusia dan kepercayaan kepada takdir ilahi.

Perilaku tawakal melibatkan penyerahan hati sepenuhnya kepada Allah, sambil terus melakukan usaha yang diperlukan. Ini berarti kita berdoa, bekerja keras, dan berencana dengan baik, tetapi tetap meyakini bahwa hasil akhirnya adalah wewenang Allah. Tawakal bukan sekadar pasrah tanpa usaha, melainkan merupakan sikap aktif dalam menggabungkan usaha dan kepercayaan.

Tawakal mengajarkan keseimbangan antara usaha dan ketergantungan pada Allah. Dalam hal ini, tawakal bukan berarti meninggalkan tanggung jawab pribadi, tetapi mengakui bahwa setelah usaha maksimal, keputusan dan hasil akhir berada di tangan Allah. Perilaku ini mendorong individu untuk berusaha secara optimal sambil tetap tenang dan sabar dalam menghadapi ketidakpastian. 

Manfaat Perilaku Tawakal

Perilaku tawakal dalam Islam memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan baik secara spiritual maupun praktis dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ini tidak hanya memperkuat iman dan ketenangan hati, tetapi juga membawa dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari perilaku tawakal:

1. Ketenangan Hati dan Pikiran

Salah satu manfaat terbesar dari tawakal adalah kemampuannya untuk mengurangi stres dan kecemasan. Dengan tawakal, seseorang percaya bahwa setelah melakukan usaha maksimal, hasil akhir ada di tangan Allah. Ini mengurangi beban mental dan emosional yang sering kali timbul dari kekhawatiran tentang hasil yang tidak pasti.

Perilaku tawakal membantu menciptakan ketenangan dalam hati. Keyakinan bahwa Allah selalu mengatur yang terbaik untuk kita memungkinkan kita untuk menghadapi situasi sulit dengan ketenangan dan kedamaian. Ini membuat kita lebih siap untuk mengatasi berbagai tantangan hidup dengan sikap positif.

2. Meningkatkan Kepercayaan Diri

Ketika seseorang bertawakal, mereka merasa lebih yakin dalam melakukan usaha dan membuat keputusan. Keyakinan bahwa Allah akan menilai usaha kita dan memberikan hasil terbaik membuat kita lebih percaya diri untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan.

Perilaku tawakal juga memotivasi kita untuk bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin. Sadar bahwa usaha kita akan diiringi dengan pertolongan Allah, kita terdorong untuk melakukan yang terbaik tanpa merasa tertekan oleh hasil akhir.

3. Meningkatkan Hubungan Spiritual dengan Allah

Tawakal memperkuat iman dan hubungan spiritual dengan Allah. Dengan menyerahkan hasil kepada Allah setelah melakukan usaha, kita menunjukkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam terhadap kebijaksanaan-Nya. Ini memperdalam rasa cinta dan kepasrahan kepada Allah.

Sikap tawakal mengajarkan kita untuk bersabar dan tetap positif ketika menghadapi cobaan atau hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Kesabaran ini adalah bagian penting dari pengembangan spiritual dan hubungan kita dengan Allah.

4. Membantu Menghadapi Kesulitan dan Tantangan

Perilaku tawakal membantu kita untuk menjadi lebih resilient dalam menghadapi kesulitan. Dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan jalan keluar terbaik, kita dapat menghadapi tantangan hidup dengan sikap yang lebih kuat dan penuh harapan.

Tawakal mengajarkan kita untuk melihat setiap tantangan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Dengan sikap ini, kita dapat lebih mudah beradaptasi dengan perubahan dan menghadapi kesulitan dengan kepala tegak.

5. Menghargai Hasil dan Menghindari Keputusasaan

Salah satu manfaat utama dari tawakal adalah kemampuan untuk menerima hasil dengan lapang dada, terlepas dari apakah hasilnya sesuai dengan harapan atau tidak. Ini mengajarkan kita untuk menghargai apa yang kita miliki dan tidak terjebak dalam rasa putus asa atau kekecewaan.

Dengan tawakal, kita lebih mudah untuk merasa bersyukur atas setiap hasil yang diberikan oleh Allah. Rasa syukur ini membantu kita untuk tetap positif dan menghargai segala nikmat yang ada, baik yang besar maupun kecil.

6. Meningkatkan Kualitas Pengambilan Keputusan

Perilaku tawakal juga berfungsi untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Dengan melakukan usaha yang terbaik dan kemudian bertawakal, kita dapat membuat keputusan dengan lebih percaya diri, mengetahui bahwa hasilnya adalah yang terbaik yang telah ditentukan oleh Allah.

Dengan sikap tawakal, kita bisa lebih fokus pada tujuan dan upaya yang harus dilakukan tanpa terjebak dalam kekhawatiran berlebihan tentang hasil akhir. Ini membantu kita untuk tetap berada pada jalur yang benar dan mencapai tujuan dengan lebih efektif.

Penutup

Itu dia penjelasan tentang tawakal, mulai dari pengertian, manfaat, hingga contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku tawakal bukan hanya sekadar konsep keagamaan dalam Islam, melainkan merupakan landasan penting untuk menghadapi segala tantangan kehidupan dengan ketenangan dan keyakinan. Dengan memahami dan menerapkan tawakal, kita belajar untuk menyerahkan hasil akhir kepada Tuhan setelah melakukan usaha maksimal, menjadikan kita lebih resilien dan bersyukur dalam perjalanan hidup ini. Tawakal mendorong kita untuk terus berusaha sambil tetap menempatkan kepercayaan penuh pada kebijaksanaan dan rencana Tuhan. Dalam setiap langkah, baik dalam kesuksesan maupun kegagalan, tawakal mengajarkan kita bahwa dengan ketulusan hati dan keyakinan, kita akan selalu menemukan kedamaian dan petunjuk yang kita butuhkan untuk melanjutkan perjalanan kita. Grameds, kamu bisa belajar lebih banyak terkait tawakal melalui kumpulan  buku Agama Islam yang tersedia di Gramedia.com.